Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Mei 20, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Sopolitika

Seolah Republik

by Redaksi
16/07/2020
in Sopolitika
99
SHARES
709
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Kristian Silitonga*

PIRAMIDA.ID- “Pernahkah Anda merasa bahwa akhir-akhir ini kehidupan berbangsa dan bernegara kita masih berlangsung dalam konstruksi Republik?”

Saya kok semakin tidak merasakan itu.

Belakangan ini kita semakin menyaksikan betapa kerja dan sistem beroperasinya negara berlangsung dalam suasana yang begitu “privat” dan komunal. Sifat mengutamakan kepentingan umum (common good) dalam konsep republik beralih lebih pada kepentingan golongan dan modal.

Lihat saja sistem politik, sosial, dan ekonomi kita belakangan ini yang logika dan nalar kebijakannya semata diukur dan dihitung secara kuantitatif dan matematis.

Semua hal dikuantifikasi pada bobot kerangka dan prosedur formalnya tetapi cenderung abai pada kualitas dan esensi kebijakannya.

Dalam rekrutmen kepemimpinan demokratis, misalnya; memilih pemimpin dan wakil Anda untuk diberi amanah dan otoritas kebijakan tidak lagi karena kapasitas dan kompetensi yang dimilikinya. Tapi seberapa besar suara yang bisa diperolehnya.

Kebijakan ekonomi yang ditempuh di mana tujuan utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan warga sebagaimana diamanatkan konstitusi sering terjebak pada pertimbangan ‘neraca rugi-laba’ bahkan untuk kebutuhan warga negara yang sifatnya mendasar; kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial lainnya.

Perdebatan dan dinamika demokrasi untuk menentukan arah politik dan masa depan bangsa hanya cukup ditampilkan dalam “statistik pembangunan” dan indeks kemajuan tanpa pertengkaran konseptual dan bahkan karena fasilitas itu berbalik mendikte ide dasar tentang republik.

Di sisi lain, bangkitnya rezim identitas yang ingin memaksakan identifikasi tunggal berbasis agama dan golongan dalam politik kewargaan semakin menjauhkan kita dari cita-cita negara republik itu sendiri.

Kita memang semakin terbelah dan terfragmentasi sebagai warga negara dan manusia Indonesia.

Makanya tidak usah heran bahkan dalam suasana pandemi COVID-19 dan aneka lompatan peradabannya sekarang inipun kita masih ribut dan tak kunjung selesai berbising ria dengan hal-hal “jadul” pertentangan ideologi dan bentuk negara plus politisasi yang kompleks yang semestinya sudah harus selesai.

Kita seolah hidup dan berbangsa dalam bentuk negara ‘Republik’ namun dengan cita rasa yang “privat’. Dalam banyak kasus kita bertindak dan berperilaku tidak lagi dalam kerangka kepentingan dan kemanfaatan bersama, tetapi atas nama golongan (identitas)  dan kepentingan modal (elit/oligarki).

Lantas dengan cara bagaimana suatu kehidupan republik beradab dapat kita laksanakan?

Pada titik inilah kita harus kembali merumuskan platform dan batas artikulasi kebangsaan dengan kembali pada sejarah yang kita miliki, yakni konsep kebersamaan yang paling mendasar: REPUBLIK.

Indonesia itu adalah sebuah komunitas dengan nama depan Republik. Itu tidak asal muncul dan disepakati tanpa sadar.

Ia hadir sebagai suatu kesadaran dan keputusan bersama dalam sejarah politik kita yang masih kita terima sampai sampai saat ini. Dalam republik, warga disebut sebagai warga negara karena dia terlibat dan berpartisipasi secara bebas dan setara dalam mempraktikkan keutamaan umum dan kepentingan bersama.

Identitasnya sebagai warga diperoleh dari kebebasan dan melalui praktik dalam kebebasan.

Kualitas kewargaan seseorang dinilai bukan dari status sosial dan identitas personalnya tetapi dari keikut-sertaannya dalam memperjuangkan kepentingan umum. Bukan ditentukan identitas komunitas di belakangnya sebagaimana yang secara keliru sering dipolitisasi oleh kaum fasis maupun kapitalis/modal, juga bukan semacam identitas partikular/agama yang dikehendaki oleh kaum fundamentalis.

Republik membuka ruang untuk hadirnya campur tangan kombinatif yang seimbang  antara legalitas dan keadilan. Intervensi legalitas adalah wewenang negara yang diberikan oleh warganya. Sedangkan intervensi keadilan adalah ideologi atau gagasan dasar yang dicita-citakan warga negara.

Meminjam istilah Alain Badiou, “La passion egalitaire, hasrat egaliter, dan l’ide de la justice, ide tentang keadilan.”

Dalam pandangan Republik, bukan negara yang membentuk identitas warga, tetapi wargalah yang membentuk identitas negara. Negara adalah ekspresi politik dari warganya.

Di titik inilah konsep republikan itu bisa ditampilkan untuk memberikan kerangka negara sosial demokratis yang inklusif dan partisipatif.

Kondisi dan cita-cita kebangsaan seperti inilah yang semakin menjauh dari realitas yang sedang kita alami belakangan ini.

Semakin terasa penguasaan sumber daya politik dan ekonomi semakin terpusat pada segelintir orang/oligarki, sementara di sisi lain kehidupan sosial kebudayaan dan etik coba dikuasai oleh rezim kesalehan dan fundamentalisme.

Keduanya sama-sama mencoba “membajak” demokrasi sesuai dan seturut kepentingan mereka dengan segala cara dan upaya, bila perlu dengan mengorbankan apa itu hakekat yang kita sepakati sebagai: REPUBLIK.

Suatu kegelisahan yang saya sebut sebagai syndrome “Seolah Republik”.

Sebagaimana ditegaskan Hannah Arendt dalam gagasan Republikanisme, “Republik hanya tampil sebagai republik apabila dia dialami dan dipertahankan di dalam praktik. Tanpa praktik, republik itu menjadi sekedar nama untuk masa lalu.”

Lantas, apakah Anda ingin praktik atau syndrome itu terjadi?

Kalau saya dengan keras akan bilang: “TIDAK …!”


Penulis merupakan pengasuh di rubrik Sopolitika, Piramida.id.

 

Editor: Red/Hen

Tags: #konsepnegara#pertengkarankonsep#republikheadline
Share40SendShare

Related Posts

Kedangkalan Radikalisme (Agama)

06/11/2022

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- Untuk mereka yang merasa memiliki Tuhan dan memonopoli kebenaran lalu menegasikan sesama yang lain; "Tuhan saja tidak...

Ilusi Kepemimpinan

16/04/2021

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- Dalam era demokrasi padat modal dan politik biaya tinggi seperti saat ini, apa sesungguhnya yang bisa kita...

Toleransi

15/02/2021

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- Siang jelang sore itu saya sedang nongkrong menikmati kopi dan ngobrol bareng teman di salah satu warung...

Merayakan Kedangkalan

02/11/2020

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- "Intelektualisme tidak pernah identik dengan gelar akademis. Intelektualisme juga tidak identik dengan banyaknya pengamat dan pakar." ~Jeremy...

Pandemikada

23/09/2020

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- Sudah terlalu banyak informasi, opini bahkan spekulasi membanjiri ruang publik kita yang mengaitkan pelaksanaan Pilkada dengan situasi...

Menjadi Bangsa

01/09/2020

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- "Suatu bangsa adalah keinginan untuk hidup bersama dan kesepakatan untuk berkorban." Ernest Renan (1823-1892) Saya tertarik dengan...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025
Berita

Fawer Sihite Luncurkan Buku “Menghidupi Kembali Ut Omnes Unum Sint”: Refleksi dan Kebangkitan GMKI

22/04/2025
Edukasi

Refleksi Paskah dan Titik Balik Kebangkitan Ekonomi Indonesia

20/04/2025

Populer

Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Spiritualitas

Kasih Sebagai Perintah Baru

26/07/2020
Edukasi

Peran Media Massa sebagai Watchdog Politik di Indonesia

17/11/2022
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Dialektika

Immanuel Kant, Filsuf Yang Lebih Tepat Waktu Dari Jam

24/05/2020
Dialektika

Menilik Fenomena Hukum Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas

28/04/2022
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba