Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juli 15, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Tan Malaka dan Ragam Nama Palsunya untuk Mengelabui Penjajah

by Redaksi
05/06/2021
in Dialektika
100
SHARES
716
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Tan Malaka merupakan nama populer untuk Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka. Berdasarkan penuturan sejarawan Albert Poeze, Tan Malaka menghabiskan masa mudanya bersekolah di Rijks Kweekschool Fort de Kock, yang kini telah menjadi SMA 2 Bukittinggi.

Hingga selanjutnya, melanjutkan studi di Belanda untuk menggapai cita-cita menjadi guru. Tetapi yang terjadi, justru ia akan mengalami perjalanan panjang atas idealismenya.

Selama bertualang—atau bisa disebut sebagai buronan—Tan Malaka memiliki banyak samaran untuk mengelabui polisi dan jajaran pemerintahan kolonialis dan imperalis, seperti Amerika Serikat, Belanda, Jepang, dan Inggris.

Bahkan dalam komik Satu Wajah Seribu Nama di majalah Tempo edisi kemerdekaan pada 2008, Tan dijuluki sebagai ahli menyamar. Kepandaiannya didukung kemampuannya untuk menguasai delapan bahasa—Minang, Indonesia, Tagalog, Belanda, Rusia, Jerman, Mandarin, dan Inggris.

Berikut adalah beberapa nama samaran Tan Malaka dalam pelariannya.

Elias Fuentes

Nama ini diketahui sebagai nama samaran pertama Tan Malaka pada Juni 1925. Dalam penyamaran itu ia bekerja sebagai seorang wartawan El Debate agar bisa masuk ke Manila, Filipina, dengan cara menyelundupkan diri ketika berangkat dari Kanton, Tiongkok.

Sosok Elias Fuentes ini, menurut Masykur Arif Rahman dalam Tan Malaka: Sebuah Biografi Lengkap, dapat dengan mudah masuk ke Filipina lewat kapal. Sebab penampilannya yang mirip orang Filipna asli, membuatnya dengan mudah lolos dari pemeriksaan.

Alasan ia ke Filipina tidak lain karena tubuhnya yang kurang membaik akibat iklim Kanton yang tak mendukung. Selain Elias Fuentes, nama samaran Tan Malaka adalah Estahislau Rivera, dan Alisio Rivera.

Hasan Gozali

Tan Malaka menentang rencana pemberontakan PKI yang ingini dilakukan pada 1926/1927. Ia beranggapan rencana itu tidak tepat dengan kondisi partai yang masih belum matang.

Pandangan itu ia tulis kepada Alimin agar disampaikan ke Komitern PKI. Untuk memastikan pandangannya itu sampai ke tangan pusat, Tan Malaka yang kurang sehat datang ke Singapura menggunakan nama Hasan Gozali pada awal 1926.

Ternyata hasil perundingan gagal, dan Alimin malah pergi ke Moskow bersama Musso untuk mematangkan rencana pemberontakan.

Selanjutnya, Tan Malaka bersama pengikut setia pandangannya mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI) di Bangkok pada Juli 1927. Partai ini berdiri untuk melanjudkan perjuangan rakyat dan buruh Indonesia setelah PKI hancur.

Ossorio

Setelah kedatangannya ke Filipina, Tan Malaka dikejar-kejar oleh polisi Amerika Serikat dan Inggris. Ia harus melarikan diri lagi ke Amoy, dan disembunyikan oleh nahkoda kapal ketika dilakukan pemeriksaan kapal setelah mendarat di sana.

Kondisi kesehatannya yang memburuk membuatnya harus ke Sionching. Lalu menggunakankan nama Ossorio untuk berkelana lagi ke Shanghai. Identitas Ossorio adalah seorang wartawan Filipina untuk majalah Bankers Weekly.

Tan Ming Sion

Nama Tan Ming Sion digunakan Tan Malaka setelah Amoy dikuasai Jepang agar dapat pergi ke Burma. Sebelum tiba, polisi Inggris yang menguasai Burma mewanti-wanti adanya tokoh intelektual dari Tiongkok.

Untuk menghindari kecurigaan itu, ia bahkan membuang dua bukunya ke laut sebelum mendarat. Tindakannya ternyata tepat, lantaran setelah mendarat polisi menggeledahnya dan buku-bukunya, tak terkecuali kamus bahasa Inggris.

Di Burma, Tan Malaka hanya sebentar karena dananya yang menipis. Ia pun melanjutkan perjalanannya ke Malaysia dan Singapura.

Tan Ho Seng

Jepang menguasai Singapura dan Hindia Belanda pada 1942. Sementara itu, Tan Malaka melanjutkan petualangannya ke tanah air menggunakan identitas Tan Ho Seng lewat Medan. Ia mencari cara agar bisa pergi ke Pulau Jawa.

Tan Malaka juga mendapat kabar bahwa nama aslinya digunakan oleh pemerintah kolonial untuk membohongi masyarakat di Padang. Meski demikian, Tan Malaka tak menggubrisnya dan memilih lanjutkan perjalanan hingga tiba di Jakarta.

Ilyas Hussein

Setibanya di Jakarta, ia tak langsung melebur dengan usaha pergerakan kemerdekaan. Ia menyamarkan dirinya sebagai Ilyas Hussein, untuk mengembara memahami kondisi sosial-ekonomi dan politik di Hindia Belanda yang lama ditinggalkannya.

Dengan identitas ini ia bekerja sebagai kerani di pertambangan Jepang di Bayah, Banten. Dalam pengematannya, pertambangan itu mempekerjakan tenaga romusha dengan sangat eksploitatif.

Ia mencatat bahwa ada sekitar 500 romusha tewas tiap bulannya, dan makamnya mencapai 38 hektar.

Ketika Sukarno dan Hatta tiba di Bayah pada 1943, mereka menyatakan bahwa Indonesia akan merdeka bersama Jepang. Tan Malaka yang masih menyamar menolak itu dan menyela pidatonya, dengan anggapan kemerdekaan Indonesia seharusnya bukan seperti hadiah tetapi hasil perjuangan.

Selain itu dengan nama ini ia menuntaskan buku Madilog-nya saat tinggal di Kalibata, Jakarta.

Diketahui, ia memiliki 23 nama samaran selama pelariannya. Ia bahkan sempat merasa asing dengan nama aslinya ketika kedoknya diketahui Achmad Soebardjo pada 1942 di Sumatera Timur.

Masykur Arif Rahman mengutip tulisan Tan Malaka mengenai perasaannya saat dipanggil kembali dengan nama aslinya oleh Achmad Soebardjo:

“Ganjil berar bunyinya nama itu di telinga saya sendiri, sesudah semenjak lebih daripada dua puluh tahun tak pernah lagi nama itu diucapkan kepada saya dalam pergaulan sehari-hari.”

“Nama itu memperingatkan pada pengalaman pahit, karena berhari-hari diucapkan oleh para pengurus penjara dan agen polisi imperialis kepada saya di luar negeri selang bertahun-tahun lampau, ialah dalam penjara Amerika di Manila pada tahun 1927 dan dalam penjara Inggris di Hong Kong pada tahun 1932.”

Achmad Soebardjo sendiri sudah mengenal Tan Malaka sejak 1919 dan menjalin pertemanan dengannya. Sebelumnya, Achmad Soebardjo terakhir bertemu dengannya pada 1930-an di Leiden, Belanda.(*)


National Geographic Indonesia

Tags: #Indonesia#Pahlawan#samaran#TanMalaka
Share40SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Anies Baswedan Hadir Pada RAPIMNAS I Gerakan Rakyat, Ketua DPP Gerakan Rakyat Sebut Nama Tom Lembong

13/07/2025
Berita

Penyelidikan Dihentikan, Kuasa Hukum Korban Penipuan Segera Laporkan Penyidik Polda Sumut ke Propam

10/07/2025
Berita

150 Hari Kerja Bupati Simalungun, GMKI : Simalungun mau dibawa kemana?

09/07/2025
Berita

Ketua ILAJ Minta Hakim Berhikmat: Kasus Hasto & Tom Lembong Jangan Dikendalikan Politik, Vonis Bebas Adalah Pilihan Konstitusional

07/07/2025
Berita

Dugaan Fee Proyek, Ketua ILAJ Minta KPK Pantau Bagi-Bagi Proyek di Kota Siantar

04/07/2025
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025

Populer

No Content Available
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba