Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Sabtu, Februari 4, 2023
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Insan Masinal?

by Redaksi
30/03/2022
in Dialektika
100
SHARES
711
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Oleh: Yusmar Yusuf*

PIRAMIDA.ID- Berhala baru itu bernama manusia. Dia seolah menciptakan segala sesuatu. Seakan manusia pula yang menciptakan manusia. Bahkan lebih ironi, agamalah yang membentuk manusia ujar Marx, sebagai derivasi ucapan Feurbach tentang manusia dan Tuhan.

Sementara itu, ilmu pengetahuan diandalkan  untuk mengungkap siapa manusia sebenarnya? Sama sekali belum berhasil menjawab pertanyaan ini. Tak heran jika keluar pernyataan dari Alexis Carrel tentang alam mikro yang diemban makhluk manusia berbunyi: “Derajat keterpisahan manusia dari dirinya, berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya…,” dan bukan tanpa alasan ketika Carrel menyambung pernyataan ini bahwa manusia adalah “makhluk yang misterius”.

Pandangan Barat, bahwa manusia diciptakan oleh masyarakat, sementara masyarakat dengan segala dimensinya adalah hasil ciptaan dari serangkaian “mesin-mesin produksi”; saat ini dikenal sebagai fenomena masinal. Manusia sebagai sosok misterius yang amat spiritual itu seakan tercabut dari pangkal sumbu kejadiannya. Sebuah puisi tua Cina, menggambarkan kenyataan ini, lewat perumpamaan seorang kekasih yang meninggalkan cintanya sekaligus deni menghindari derita yang ditimbulkan oleh tatapan mata sang kekasih yang memukau. Lalu, dia mengganti kekasihnya itu dengan cara memuja-memuja mawar, lalu mabuklah dengan mawar.

Terputuslah segala keinginan; Dikit demi sedikit; Ketika bunga mawar bermekaran; Tangkai-tangkai sarat mekar mawar; Penuh sendu ku tatap dia;dan menjelmalah ia; wajah kekasih 

Dialektika-materialisme memandang manusia sebagai benda mati yang ada di tangan determinisme mesin-mesin pabrik. Lalu, kapitalisme menciptakan manusia menjadi “binatang ekonomi”. Katholik menganggap manusia sebagai bola mainan di tangan kekuatan gaib yang berkuasa (kehendak Tuhan). Sebaliknya, eksistensialisme datang dengan kuntum pikiran yang lebih ekstrim lagi: “manusia bukanlah makhluk ciptaan Tuhan, bukan pula ciptaan alam, bukan produk alat-alat produksi, tetapi manusia adalah “Tuhan yang menciptakan dirinya sendiri”.

Maka, elok ditelisik tentang kisah “api Ketuhanan” yang dalam mitologi Yunani kuno, yang diambil oleh Bramateus, kemudian dihadiahkannya kepada manusia dengan cara mencuri, ketika dewa-dewa lain sedang tertidur pulas. “Api Ketuhanan” itu lalu diabawanya ke bumi. Dan Bramateus pun memperoleh hukuman dengan siksaan keras dari dewan dewa-dewa, karena dengan “api Ketuhanan” itu pulalah manusia akan melumpuhkan kekuatan adi para dewa dan akan selalu melawan dan menentang kekuasaan para dewa.

Sejak itu, manusia berjarak dengan Tuhan. Sebaliknya agama-agama Timur seperti Zoroaster; manusia adalah kawan Tuhan sekaligus pendukung Ahuramazda, bahkan disebut-sebut manusia membantu Tuhan dalam peperangan besar untuk memenangkan kebaikan melawan Manyu (dewa angkara murka dan pasukannya). Demikian pula agama pantheisme logos seperti Hindu mengajarkan Tuhan, Manusia dan Cinta sama-sama membangun alam semesta demi mewujudkan alam dalam bentuk yang baru.

Dalam agama samawi “api Ketuhanan”, dikemukakan dalam bentuk Nur (cahaya, hikmah atau dakwah) dari langit yang dibawa oleh para utusan Allah kepada manusia untuk memecah dan terbebas dari kegelapan dunia demi menuju cahaya benderang. Dan, mengalirlah pertanyaan bergelombang tentang siapa kita.

Ada yang beranggapan bahwa manusia adalah makhluk asli. Memiliki substansi mandiri di antara makhluk fisik dan gaib. Manusia juga adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas (sebuah iradah). Manusia sebagai ‘sebab awal yang mandiri’, terlibat dan bekerja dalam keterpaksaan alam (sunnatullah) untuk membangun sejarah. Lalu, manusia adalah makhluk yang sadar (berfikir) yang menjadi ciri menonjol dari sekian makhluk yang ada di muka bumi.

Elaborasi dari Blaise Pascal, seorang ilmuan fisika besar menyebutkan bahwa “manusia sebenarnya tak pernah menjadi sesuatu yang lain kecuali seonggok daging yang tak berarti, dan dengan hanya sekedar virus halus sudah cukup untuk membunuhnya. Namun, jika seluruh makhluk di dunia ini berusaha untuk mematikannya, ternyata dia lebih perkasa dari mereka. Kalau benda-benda yang ada di alam ini diancam oleh manusia, mereka tak menyadari ancaman itu, tapi bila hal itu dilakukan terhadap manusia, dia menyadarinya”. Di sini, kesadaran adalah elan vital dan lebih tinggi dari eksistensi.

Dan, manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri dengan menisbatkan budaya dalam kehidupannya. Dengan ini memungkinkan manusia mempelajari dirinya sendiri sebagai obyek yang terpisah dengan dirinya.

Selanjutnya, manusia digolongkan sebagai makhluk kreatif, yang mampu mengangkat dirinya sebagai makhluk yang sempurna. Dengan kreativitas ini pula membuat manusia memiliki kekuatan luar biasa, yang memungkinkan dirinya menembus batas fisik dan memberinya capaian-capaian agung dan tanpa batas. Kreativitas ini pula yang melayani kehendak manusia menciptakan alat-alat di awal peradabannya dan mencapai puncaknya dengan teknologi canggih terkini.

Manusia, lalu digolongkan sebagai makhluk yang punya cita-cita serta merindukan sesuatu yang ideal. Dari sini manusia mengenal batas tak menerima atas “apa yang ada”, tetapi mengubahnya menjadi “apa yang seharusnya”. Makanya manusia senantiasa berteknologi. Selanjutnya manusia adalah makhluk moral, tentang pentingnya nilai-nilai; etos, cara kerja, tertib dan tatanan, bukan semata keuntungan. Analogi kesempurnaan capaian peradaban manusia, telah dicapai saat ini dan manusia mengakui itu, sebab, dia sendiri mengaku bahwa capaian puncak ini pula awal dari kehancuran peradabannya.(*)


Prof Yusmar Yusuf merupakan Budayawan Riau. Menulis artikel budaya dan seni di berbagai media. Tulisan ini merupakan republikasi dari Pojok Seni.

Tags: #manusia#refleksi#yusmaryusuf
Share40SendShare

Related Posts

Hukum di Indonesia Makin Memburuk?

01/02/2023

Oleh: Kasihta Saragih, Claudia Sianturi, Nuri Giovani, Oscar Simbolon* PIRAMIDA.ID- Akhir-akhir ini situasi hukum yang ada di Indonesia mungkin sedang...

Manusia sebagai Makhluk Mengada dalam Ruang & Waktu

18/12/2022

Oleh: Inosius Pati Wedu* PIRAMIDA.ID- Kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi di zaman modern menyebabkan manusia dapat berinteraksi dan berkomunikasi...

Sejarah Bidang

17/12/2022

PIRAMIDA.ID- “Sejarah itu bersajak”, ujar Mark Twain. Walau sejarah tak bisa terulang kembali. Sekarang, ke mana dan di mana kita...

Romantisme Bom Bunuh Diri Astana Anyar

12/12/2022

Oleh: Gregorius Bryan G. Samosir (Ketua Lembaga Pengembangan SDM PP PMKRI) PIRAMIDA.ID- Belum kering air mata akibat gempa yang mengguncang...

Peran Media Massa Sebagai Salah Satu Konsep Kekuatan Politik di Indonesia

18/11/2022

Oleh: Dwi Puja Kusuma* PIRAMIDA.ID- Perkembangan media massa di Indonesia mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Utamanya setelah memasuki era reformasi,...

Eksistensi ABRI Sebagai Aktor Kekuatan Politik Pasca Orde Baru

16/11/2022

Oleh: Aulia Sindi Pifua* PIRAMIDA.ID- Berbicara mengenai politik merupakan satu hal yang sangat menarik, namun perlu digarisbawahi juga bahwa tidak...

Load More

Tinggalkan Komentar Batalkan balasan

Terkini

Berita

Kelompok Senior Peduli GMKI Serahkan Bantuan Inventaris kepada PP GMKI

04/02/2023
Berita

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas: DPP PARKINDO Berkolaborasi dengan KND dalam menghilangkan Stigma terhadap Disabilitas di Gereja

03/02/2023
Berita

Peringati 9 tahun Gugurnya 7 Relawan Kemanusiaan GMKI, GMKI Kutacane Gelar Ibadah Peringatan Hari Relawan

03/02/2023
Edukasi

Peran Pemuda dan Mahasiswa untuk Pengembangan SDM

03/02/2023
Berita

Resmi Sertijab, Ini Struktur PP GMKI 2022-2024

01/02/2023
Dialektika

Hukum di Indonesia Makin Memburuk?

01/02/2023

Populer

Berita

Resmi Sertijab, Ini Struktur PP GMKI 2022-2024

01/02/2023
Prosesi sertijab PP GMKI/screeshot
Berita

PP GMKI Resmi dikukuhkan, Ini Susunan Pengurus Pusat GMKI Masa Bakti 2020-2022

09/01/2021
Berita

Peringati 9 tahun Gugurnya 7 Relawan Kemanusiaan GMKI, GMKI Kutacane Gelar Ibadah Peringatan Hari Relawan

03/02/2023
Edukasi

Peran Pemuda dan Mahasiswa untuk Pengembangan SDM

03/02/2023
Berita

Esensi Kekuasaan di Indonesia

28/01/2023
Berita

Kelompok Senior Peduli GMKI Serahkan Bantuan Inventaris kepada PP GMKI

04/02/2023

FULL CAFE SIANTAR DI JALAN NARUMONDA ATAS NO 30

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia