Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Minggu, Mei 28, 2023
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Stigma Terhadap Kelompok Miskin: Tidak Hanya Salah, namun Juga Berbahaya

by Redaksi
02/09/2022
in Dialektika
ilustrasi

ilustrasi

100
SHARES
711
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Senza Arsendy*

PIRAMIDA.ID- Ajakan untuk berpikir positif terhadap sesama sering kita dengar; namun sepertinya ini tidak berlaku pada cara pandang kita ke kelompok yang secara ekonomi tidak mampu.

Baik di percakapan sehari-hari maupun di sosial media, pandangan negatif ke kelompok miskin sering ditemui. Misalnya, mereka dianggap punya terlalu banyak anak dan tidak peduli dengan pendidikan.

Kelompok miskin juga kerap dianggap memiliki kebiasaan yang lebih buruk dibandingkan dengan kelompok kaya.

Pemberian stigma ini tidak saja dilakukan oleh sesama warga, melainkan juga oleh pemerintah.

Yang belum lama terjadi, terkait dengan pandemi COVID-19, pemerintah mengeluarkan pernyataan – yang kemudian mereka klarifikasi– bahwa orang miskin dianggap rentan menyebarkan virus.

Mengapa pandangan semacam ini muncul dan apa bahayanya?

Stigma ke kelompok miskin

Pandangan negatif di masyarakat tentang kemiskinan telah ada sejak lama. Dua setengah abad lalu, penulis Inggris, Arthur Young, mengatakan bahwa:

“semua orang, kecuali orang bodoh, tahu bahwa kelompok kelas bawah harus dibuat tetap miskin; jika tidak, mereka tidak akan bekerja keras”.

Dalam pandangan ini, kemiskinan dianggap perlu sebagai konsekuensi untuk mereka yang dianggap malas.

Saat ini, meskipun mayoritas kita sepakat bahwa kemiskinan harus dihilangkan, pandangan negatif ke kelompok miskin belum sepenuhnya hilang.

Bahkan, sebagian orang menganggap ada sebagian kelompok miskin yang tidak berhak menerima bantuan pemerintah atau disebut undeserving poor.

Kelompok yang masuk label ini umumnya terdiri dari orang-orang usia produktif yang masih terjebak dalam kemiskinan. Orang yang percaya bahwa ada kelompok undeserving poor menganggap kemiskinan yang dialami orang-orang usia produktif sebagai kegagalan individu dan bukan karena terbatasnya kesempatan.

Temuan terkini soal kemiskinan dari perspektif psikologi kognitif bertolak belakang dengan pandangan tersebut.

Studi yang dilakukan di India tahun 2013 menemukan bahwa petani tebu mengalami penurunan kemampuan kognitif yang signifikan ketika mereka miskin (sebelum masa panen) dibandingkan dengan ketika mereka punya uang (setelah masa panen).

Penurunan kemampuan kognitif di masa sulit mengganggu mereka dalam pengambilan keputusan dan perencanaan kehidupan.

Hal yang mungkin sama terjadi pada kelompok menengah ketika sedang dalam kondisi terbatas misalnya lapar dan belum gajian.

Bedanya, berkurangnya kemampuan kognitif tersebut terjadi sementara pada kelompok menengah, tidak permanen seperti yang terjadi pada kelompok miskin.

Mengapa ada pandangan negatif?

Ada beberapa potensi penjelasan di balik ini.

Pertama, narasi tentang kemiskinan umum dibuat oleh kelompok dominan yang tidak banyak berinteraksi secara langsung dengan kemiskinan.

Keterbatasan ini berpotensi membuat mereka salah memahami kelompok miskin, dan menganggap kelompok miskin malas dan tidak memikirkan masa depan, meskipun riset berkata sebaliknya.

Di bidang pendidikan, hasil studi di Pulau Jawa pada 2019 menunjukkan bahwa meskipun memiliki pendidikan formal yang lebih rendah dibandingkan kelompok mampu, orang tua kelompok miskin tetap peduli dengan masa depan dan pendidikan anaknya.

Mereka juga ingin anak belajar di sekolah berkualitas baik.

Terkait dengan bantuan langsung tunai, evaluasi oleh SMERU Research Institute menunjukkan bahwa program itu efektif menurunkan kemiskinan dan tidak membuat kelompok miskin menjadi lebih malas.

Dalam hal reproduksi, studi yang dilakukan di Jakarta dan sekitarnya menunjukkan bahwa kelompok miskin tidak ingin memiliki lebih banyak anak dibandingkan kelompok mampu.

Dalam kasus-kasus keluarga miskin memiliki anak banyak, analisis yang dilakukan oleh Esther Duflo dan Abhijit Banerjee – keduanya penerima hadiah Nobel ekonomi dan profesor ekonomi di Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat (AS) – menunjukkan bahwa kemiskinan rentan menyebabkan kelompok miskin punya banyak anak.

Minimnya jaminan sosial dan terbatasnya akses ke layanan dasar meningkatkan kemungkinan pernikahan dini dan angka kelahiran, bukan sebaliknya.

Kedua, pandangan negatif ke kelompok ekonomi rentan bisa juga terjadi karena, secara psikologis, kita memiliki kecenderungan untuk menghubungkan kegagalan orang lain dengan sifat mereka.

Di sisi lain, kita cenderung menghubungkan kegagalan kita dengan faktor sistem atau faktor eksternal.

Misalnya, jika kita terlambat datang di suatu pertemuan penting, kita mudah menyalahkan macet atau supir ojek yang salah memilih jalan. Jika hal yang sama terjadi pada orang lain, kita punya kecenderungan untuk menganggap mereka kurang disiplin.

Terakhir, di level institusi, pergeseran kewenangan negara ke individu atau rumah tangga rentan menguatkan pandangan negatif masyarakat ke kelompok miskin.

Di Inggris, program pelibatan orang tua pada sekolah anak (yang menggeser tanggung jawab sekolah ke orang tua) rentan mengkambinghitamkan orang tua miskin atas rendahnya kemampuan akademis anaknya.

Jika anak tidak kunjung bisa membaca, maka orang tua miskin yang dianggap tidak mengalokasikan cukup waktu untuk membimbing anak.

Di Indonesia, hal yang sama makin sering didengar, terutama di masa pandemi ketika pembelajaran digantungkan pada keterlibatan aktif orang tua.

Tentu belajar dari rumah masih harus dilakukan untuk mencegah transmisi wabah di sekolah. Namun, sekolah perlu juga mempertimbangkan bahwa tidak semua orang tua punya sumber daya yang sama untuk mendukung anak secara akademis.

Mengapa berbahaya?

Pandangan negatif ke kelompok miskin berpotensi menghambat terjadinya inklusi sosial.

Berkurangnya rasa menghargai diri pada kelompok miskin akibat stigma negatif juga cenderung membuat mereka membatasi diri dari kesempatan hidup dan bersosialisasi.

Stigma juga rentan memunculkan Golem effect, yaitu efek yang muncul ketika ekspektasi rendah disematkan pada suatu individu oleh orang lain maupun oleh diri mereka sendiri.

Pandangan dan ekspektasi yang rendah ke kelompok miskin mempengaruhi perlakuan anggota-anggota masyarakat terhadap kelompok tersebut.

Guru yang memandang anak-anak ekonomi kurang mampu tidak memiliki semangat belajar, bisa jadi memberikan tantangan belajar yang minimal yang kemudian mempengaruhi performa belajar siswa miskin.

Stigma juga bisa menyebabkan kegagalan kebijakan.

Dalam buku mereka, profesor ilmu perilaku Sendhil Mullainathan dan Eldar Shafir mengungkapkan bahwa pelatihan kerap menjadi solusi umum untuk masalah kelompok marginal, misalnya kemiskinan dan pengangguran.

Meskipun mungkin ada manfaatnya, solusi seperti ini tidak selalu efektif dan justru berpotensi menambah beban kognitif kelompok miskin.

Hal ini sama sekali tidak membantah bahwa pendidikan penting untuk semua kelompok, termasuk kelompok miskin.

Namun pelatihan saja untuk menyelesaikan problem kompleks cenderung mengabaikan akar masalah lain yang juga penting ditangani.

Bagaimana selanjutnya?

Pandangan yang kurang akurat ke kelompok miskin bisa jadi juga disebabkan karena kurangnya representasi kelompok miskin dalam panggung publik.

Pembicaraan tentang kemiskinan atau isu sosial relevan lainnya masih didominasi oleh kelompok menengah urban.

Hal ini tidak mengherankan karena proses mobilitas sosial di Indonesia yang sangat menantang untuk kelompok miskin.

Semangat progresif untuk mendorong representasi kelompok marginal di isu-isu lain perlu dilakukan untuk isu kemiskinan.

Di isu gender, gerakan panel perempuan memberikan lebih banyak kesempatan kepada perempuan untuk menyampaikan perspektifnya dalam forum publik.

Dalam isu disabilitas, telah ada dorongan untuk melibatkan penyandang disabilitas dalam pelaksanaan riset.

Hal yang sama seharusnya juga dilakukan di isu kemiskinan atau isu-isu lain yang relevan dengan kelompok miskin.

Namun, upaya mendorong representasi ini harus bergerak lebih dari sekadar tokenisme yang menghadirkan representasi secara simbolis saja.

Selanjutnya, media dan pekerja yang bekerja di isu kemiskinan perlu menggambarkan kelompok miskin dengan lebih baik, tanpa harus meromantisasi kesulitan mereka. Ini bisa dilakukan dengan memahami konteks tempat kelompok miskin hidup.

Manusia, lepas dari latar belakang sosialnya, rentan membuat kesalahan.

Sayangnya, masyarakat kerap tidak menoleransi ketika kelompok miskin menampilkan perilaku yang tidak sesuai dengan standar dominan yang dianggap benar.

Mengutip sejarawan Belanda, Rutger Bregman, kemiskinan bukan karena karakter yang buruk, melainkan karena keterbatasan uang.


Penulis merupakan peneliti di Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI). Artikel pertama kali dipublikasi untuk The Conversation dengan lisensi Creative Commons.

Tags: #kemiskinan#kerjakeras#pandangan#persepsi
Share40SendShare

Related Posts

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

RUU Omnibus Law Kesehatan: Keberadaan, Tantangan dan Peluang

27/03/2023

Oleh: Cornelius Corniado Ginting, S.H. PIRAMIDA.ID- Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan Omnibus Law dibawa...

Tata Kelola Kawasan Industri Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan & Berkeadilan

24/03/2023

Oleh: Cornelius Corniado Ginting, S.H. PIRAMIDA.ID- Perkembangan industri yang pesat dewasa ini antara lain diakselerasi oleh penerapan kemajuan teknologi guna...

Load More

Tinggalkan Komentar Batalkan balasan

Terkini

Berita

Rayakan Dies Natalis, PMKRI Siantar Gelar Dialog Publik dan Lomba Menulis Esai

26/05/2023
Edukasi

Pemilu sebagai Sarana Demokrasi Rakyat

25/05/2023
Edukasi

Data Pemilih Akurat: Anggaran Efesien, Pemilu Berkualitas!

23/05/2023
Berita

Peringati Hari Kenaikan Yesus Kristus, Ini Seruan yang Disampaikan PARKINDO

18/05/2023
Berita

Jelang Pemilu 2024, Ketua ILAJ Sebut 20 Alasan LBP Layak jadi Cawapres

09/05/2023
Edukasi

Politikus harus Memiliki Prinsip

05/05/2023

Populer

Edukasi

Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

09/12/2021
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Dialektika

Kesehatan Mental & Jiwa dalam Perspektif Sosiologi & Hukum

05/07/2022
Berita

Rayakan Dies Natalis, PMKRI Siantar Gelar Dialog Publik dan Lomba Menulis Esai

26/05/2023
Berita

Kritik Sastra: Pengertian, Fungsi, Manfaat dan Pendekatan

14/11/2022
Berita

Duta Bahasa Sumatera Utara 2022 Laksanakan Krida Kebahasaan di Rumah Baca Pelita Bangsa

07/10/2022

FULL CAFE SIANTAR DI JALAN NARUMONDA ATAS NO 30

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia