PIRAMIDA.ID- Penolakan terhadap rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dari kelompok Islam terus muncul, walau mayoritas fraksi di DPR mengklaim sudah menarik diri dari pembahasannya.
Ormas yang melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, menentang RUU pada Rabu (24/06) adalah Front Pembela Islam.
Protes ini dilakukan menyusul pendapat kontra ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, salah satunya tentang Indonesia yang berpotensi menjadi negara sekuler.
Salah satu kekhawatiran ormas Islam adalah hilangnya makna sila pertama Pancasila tentang ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.
Kecemasan itu merujuk pasal 7 RUU HIP yang menyebut bahwa seluruh nilai dalam Pancasila dapat dikristalisasi menjadi nilai gotong royong.
Jika penyederhanaan itu disahkan, menurut Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, Indonesia akan bertransformasi menjadi negara sekuler.
“Pasal Ketuhanan Yang Maha Esa akan hilang. Kami khawatir ada celah negara ini tidak mengenal atau tidak mementingkan Tuhan,” ujarnya kepada wartawan BBC News Indonesia, Abraham Utama.
“Padahal, semua negara yang baik, keyakinan pada Tuhan itu yang paling utama, untuk Amerika Serikat sekalipun,” kata Dadang.
Pendapat Dadang itu mengacu pada konstitusi sejumlah negara bagian di AS, antara lain California, Florida, dan Washington, yang menyebut istilah ‘Tuhan Yang Maha Esa’.
Dadang menilai, seluruh sila dan makna yang terkandung dalam Pancasila tak perlu lagi diutak-atik. Karena pada pendiri bangsa sudah menyepakati Pancasila, kata dia, masyarakat Indonesia kini tinggal mengimplementasikannya.
“Dulu tahun 1945 sudah ada konsensus, kalau sekarang dibuka, akan terjadi lagi silang pendapat. Masyarakat tidak akan fokus memperbaiki dan membesarkan bangsa. itu akan membuka luka lama,” ucap Dadang.
Penyederhanaan Pancasila menjadi trisila maupun ekasila seperti yang tercantum dalam draf RUU HIP juga mengesampingkan Undang-Undang Dasar 1945, kata Hamdan Zoelva, Ketua Pimpinan Pusat Syarikat Islam.
Menurut Hamdan, jika para anggota DPR penyusun draf itu memahami logika hukum ketatanegaraan, sila Ketuhanan Yang Maha Esa akan tetap menjadi dasar Indonesia.
“Prinsip dasar negara sekuler didasarkan pada materialisme dan humanisme semata. Sila pertama adalah causa prima dari sila yang lain,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
“Apa buktinya? Ada di Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, bahwa negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
“Kenapa tidak kelima sila dicantumkan? Karena sila pertama itu dianggap sudah mewakili sila lainnya,” kata Hamdan..
Terlepas dari kecemasan RUU HIP akan menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler, guru besar ilmu politik Universitas Indonesia, Maswadi Rauf, menilai Pancasila sepatutnya perlu dibahas.
Tujuannya, menurut dia, agar lebih rinci dan mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun Rauf menyebut pembuatan pedoman pelaksanaan Pancasila itu harus melibatkan seluruh kelompok warga dalam forum yang terbuka.
“Ideologi harus dikembangkan menjadi nilai yang membimbing masyarakat Indonesia dalam bidang apapun. Misalnya sila keempat, apa konkretnya? Apa yang kita inginkan dari sila itu?” ujarnya.
“Tapi harus hati-hati dalam merumuskannya. RUU HIP hanya mengacu pada pendapat sekelompok orang. Ini penyakit DPR kita.”
“Kita harus membicarakan Pancasila secara terbuka. Tidak hanya anggota DPR, tapi semua warga, tidak hanya Jawa, tapi Sumatera dan Indonesia bagian timur. Ini yang berat,” kata Rauf.
Selain soal kekhawatiran munculnya sekularisme, RUU HIP juga dikritik karena tak mencantumkan larangan komunisme.
Adapun pegiat hak asasi manusia khawatir tafsiran Pancasila dalam draf beleid itu bakal digunakan untuk memukul kelompok yang berseberangan dengan pemerintah.
Setelah penolakan bermunculan, mayoritas fraksi di DPR menarik persetujuan mereka atas pembahasan RUU HIP ke rapat paripurna.
Hanya PDIP, sebagai pengusul RUU HIP, yang tak mengubah sikap. Mereka berharap draf beleid itu dapat didiskusikan dengan lebih banyak kelompok, termasuk ormas Islam.
Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin, menyebut lembaganya akan menerima masukan dari berbagai pihak.
Aziz dan Wakil Ketua DPR lainnya, Sufmi Dasco Ahmad, menemui FPI dan ormas lain yang berdemo di DPR, Rabu kemarin.
“Kami berkomitmen melakukan penyetopan (pembahaan RUU HIP) ini,” kata Aziz seperti dilansir kantor berita Antara.
“Berkaitan dengan pasal 5, kemudian pasal 7, itu akan kami jadikan catatan. Kami berkomitmen, ini akan kami hentikan,” ujarnya.
RUU HIP masuk dalam daftar legislasi prioritas DPR tahun 2020.
Sumber: BBC Indonesia.