Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Sabtu, Juli 12, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Pentingnya Cara Pemerintah dalam Komunikasi dan Memperkuat Pesan terkait COVID-19

by Redaksi
03/10/2020
in Dialektika
98
SHARES
703
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Fariz Alnizar*

PIRAMIDA.ID- Bulan lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengungkapkan buruknya cara komunikasi yang dirinya dan para menteri lakukan, terutama terkait penanganan wabah COVID-19.\

Banyak pakar dan media – termasuk media-media asing – telah berulang kali mengingatkan soal buruknya komunikasi pemerintah.

April lalu, Suzanne Wertheim, pakar linguistik antropologi asal Amerika Serikat (AS), menjelaskan cara-cara yang bisa dilakukan untuk memperkuat pesan terkait tanggung jawab individu, tanggung jawab komunitas, dan pencegahan bahaya.

Ia melihat bahasa memiliki posisi yang sangat penting – bahkan kunci— sebagai wahana untuk memerangi pandemi korona.

Wertheim menilai bahwa pesan-pesan terkait virus yang sangat berbahaya dengan proses penularan yang sangat cepat tidak tersampaikan pada khalayak.

Menurut dia, ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki bentuk-bentuk pesan ini.

1. Mempertegas ungkapan kasus

Dalam setiap pengumuman resmi mengenai jumlah korban yang positif terkena virus korona, frasa “kasus yang diketahui atau kasus yang terungkap” penting untuk digunakan.

Frasa ini jauh lebih jelas dibandingkan istilah “kasus” saja.

Suzanne mengatakan sekadar menyebut “kasus” semata mereduksi kuantitas kasus sehingga yang dikhawatirkan adalah kesan bahwa virus ini tidak terlalu bahaya.

Dalam konteks Indonesia, penggunaan frasa “kasus” semata ini masih sering kita dengar, seperti misalnya oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dalam menjelaskan persebaran wabah.

2. Memperjelas pelaku penyebaran

Banyak informasi serta tulisan yang beredar terkait virus cenderung mengaburkan subjek penyebaran.

Kalimat seperti “virus menyebar dengan sangat cepat” mudah kita jumpai. Misalnya seperti yang dikatakan oleh Raisa Broto Asmoro, anggota tim komunikasi Gugur Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, “virus ini menyebar sangat cepat karena kita tidak kompak seperti kata WHO”.

Media-media nasional juga kerap menggunakan kalimat sejenis, misalnya dalam judul berita “SARS-Cov 2 Menyebar Sangat Cepat”.

Menurut mazhab linguistik kritis – pendekatan studi bahasa yang menekankan hubungan erat antara struktur bahasa dan struktur sosial – kalimat semacam ini mengerdilkan arti.

Virus penyebab COVID-19 tidak menyebar secara mandiri. Ada medium dan ada subjek yang menjadi perantara aktif sehingga mempercepat penyebaran.

Subjek dalam konteks ini tidak boleh dihilangkan. Manusialah yang menyebarkan virus.

Pesan bahwa manusia memiliki andil yang sangat besar salam menyebarkan virus ini harus tersampaikan dengan baik kepada khalayak.

Kalimat yang cenderung mengaburkan peran manusia dalam mempercepat proses penularan virus ini harus sebisa mungkin dihindari.

Menurut saya, kalimat yang cenderung mengaburkan subjek (manusia) dalam konteks ini juga mengaburkan tanggung jawab sosial yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Kebijakan pembatasan sosial yang relatif berjalan tidak mulus, misalnya, salah satunya akibat pengaruh krisis tanggung jawab sosial ini.

3. Memperbanyak kata “kita”

Dalam perang melawan pandemi ini, kejiwaan menjadi persoalan yang sangat penting.

Cara pandang dari perspektif “aku” bagi yang sehat dan “mereka” bagi yang terdampak harus diubah.

Informasi dan berita-berita dengan pilihan diksi “mereka yang terinfeksi virus” harus dihindari.

Sebab, cara pandang tersebut cenderung menggali jurang pemisah antara yang “sehat” dengan yang “sakit”.

Padahal, dalam konteks memerangi pandemi ini, semua manusia adalah “kita”. Sementara “mereka”, dalam arti musuh, adalah virus.

Mentalitas kelompok ini penting untuk ditekankan. Sering kali kita abai terhadap hal-hal yang dianggap sebagai sebuah kelaziman, namun jika ditelaah lebih jauh justru mengandung kejanggalan dan kadar bahaya yang tidak ringan.

Problem komunikasi

Mayoritas masyarakat adalah awam dan mengandalkan informasi yang silih berganti datang.

Selain televisi, kini hadir media sosial yang luar biasa cepat dalam mentransmisikan informasi.

Artinya, berita-berita terkait wabah COVID-19 yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat Indonesia bersumber pada informasi-informasi yang berseliweran di dunia maya.

Jokowi mengandalkan media sosial dalam mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menanggulangi wabah ini, namun hanya setelah wabah telah terlanjur menyebar luas.

Bahkan, tidak lama setelah ia mengumumkan kasus COVID-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020, Jokowi justru mengatakan bahwa masyarakat “tidak perlu takut secara berlebihan” lewat akun Instagram.

Sejak akhir Maret, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berinisiatif mengirimkan pesan pendek yang disebarkan ke seluruh nomor ponsel penduduk Indonesia.

Menurut saya inisiatif itu baik dan positif karena bisa menjadi pengingat yang sangat efektif.

Hanya saja, dalam pesan-pesan tersebut BNPB menggunakan istilah “terkonfirmasi” untuk menyebut orang yang positif terinfeksi COVID-19.

Ini tentu saja — meminjam istilah Wertheim – mereduksi dan mengaburkan pesan akan bahaya virus dan penyakit COVID-19.

Melihat manajemen komunikasi wabah yang masih centang-perenang, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memiliki pekerjaan rumah mendasar yang harus diselesaikan.


Penulis merupakan kandidat Doktor dari Fakultas Ilmu Budaya. Artikel pertama kali dipublikasi untuk The Conversation.

Tags: #komunikasi#pemerintah#pesan
Share39SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Penyelidikan Dihentikan, Kuasa Hukum Korban Penipuan Segera Laporkan Penyidik Polda Sumut ke Propam

10/07/2025
Berita

150 Hari Kerja Bupati Simalungun, GMKI : Simalungun mau dibawa kemana?

09/07/2025
Berita

Ketua ILAJ Minta Hakim Berhikmat: Kasus Hasto & Tom Lembong Jangan Dikendalikan Politik, Vonis Bebas Adalah Pilihan Konstitusional

07/07/2025
Berita

Dugaan Fee Proyek, Ketua ILAJ Minta KPK Pantau Bagi-Bagi Proyek di Kota Siantar

04/07/2025
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025

Populer

ilustrasi/Cleopatra dalam budaya pop.
Pojokan

Cleopatra: Simbol Kecantikan yang Tidak Cantik-Cantik Amat

24/09/2020
Berita

Dugaan Fee Proyek, Ketua ILAJ Minta KPK Pantau Bagi-Bagi Proyek di Kota Siantar

04/07/2025
Pojokan

Aku dan Sejuta Masalah Hidupku

17/06/2021
Sains

Ada Berapa Banyak Bintang di Langit

01/12/2021
Edukasi

Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

09/12/2021
ilustrasi/new statesman
Pojokan

Nietzsche, Filsuf yang Hidup dan Populer di Twitter

05/08/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba